JAKARTA - Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena hadir dalam sebuah forum diskusi publik, yang dihelat oleh Forum Dialog Nusantara, pada Jumat (18/7/2025), bertajuk “Re-Industrialisasi dan Ketahanan Energi Menuju Indonesia Emas”.
Dalam paparannya Gubernur Melki menyoroti adanya dugaan pihak-pihak tertentu, mencoba membenturkan konflik pro dan kontra di masyarakat di tengah pengembangan energi panas bumi ini.
"Selama ini pihak pihak tertentu, menjadi pasokan sumber energi batu bara dan minyak bumi merasa terganggu adanya pengembangan energi panas bumi ini, ujar Melki.
Menurutnya, pengembangan energi panas bumi (geotermal). Dirinya pastikan ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Selain itu, masyarakat pun ikut ditarik-tarik pada konflik pertikaian dengan berbagai isu dan pemerintah di minta untuk menyelesaikan.
Gubernur Melki mengakui bahwa ada 3 jenis energi terbarukan yang bakal masuk ke NTT. Hal itu menyebabkan, Dirinya di isukan berbagai hal.
"Saya dibilang terima uang dari pengembang panas bumi. Bupati juga dibilang begitu. Paling gampang di cek aja lah," tutur Melki.
Ia juga kembali menekankan adanya dugaan pihak-pihak yang bermain di belakang layar. Rakyat di buat adu domba. Buat saya ini tidak bisa di toleransikan lagi.
"Masyarakat setempat di buat saling berhadap-hadapan seperti musuh. Orang-orang seperti itu mesti ditangkap,' tandas Melki.
Kemarin, saya pergi ke proyek panas bumi di Flores seperti di Mataloko dan Poco Leok menjadi titik panas konflik sosial.
"Saya diminta untuk tidak datang. Dilarang sana sini. Saya ngak peduli, saya mau masuk," tegas Melki.
Pasalnya, jika masyarakat diyakinkan melalui dialog yang transparan dan inklusif, mereka akan menerima keputusan yang ada secara bersama-sama, baik itu melanjutkan proyek maupun tidak.
“Saya masuk langsung ke Poco Leok. Katanya masyarakat kontra menolak. Tapi mereka bisa di ajak dialog disitu. Saya percaya, kalau rakyat diajak bicara, mereka bisa diajak memutuskan bersama,” beber Melki.
Ditengah konflik pro-kontra geotermal, Gubernur Melki orang pertama masuk ke Poco Leok.
"Di Poco Leok, kelompok kontra mengatakan ini pertama kali. Pemerintah ke daerah itu pada waktu saya turun ," ujar Melki.
Lanjut kata Melki, Demontrasi sepertinya ada yang desain penolakan geotermal secara terstruktur. Tulisan-tulisan penolakan mengunakan bahasa inggris.
Masyarakat tidak mungkin menulis itu, ujar Melki pasti ada orang bermain di belakang layar.
"Saya ini mantan aktivis ,saya tidak akan takut,' tegas Melki.
Ia melihat narasi pro dan kontra proyek panas bumi begitu mendominasi, namun esensi dialog, kebersamaan, dan persaudaraan masyarakat justru tergerus oleh tangan tangan tak terlihat.
"Yang saya takut ini, yang dukung, yang kontra, yang netral itu mungkin belum pernah turun ke lokasi," ujarnya prihatin. Ia mengusulkan agar semua pihak, baik yang pro maupun kontra, turun langsung ke lokasi, berdiskusi, dan mengajak masyarakat bicara dari hati ke hati. "Lebih baik coba turun, ajak rakyat bicara, diskusi, ngobrol. Kita dorong biar itu dialog jalan terus," ajak Gubernur.
Harapan besar Melki, melalui pendekatan yang lebih inklusif bersama masyarakat. Jika pembangunan proyek energi, sudah di perhitungkan dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi secara komprehensif.
"Konflik sosial pengembangan geotermal ini tidak perlu kepanjangan. Perlu dirajut kembali dulu, duduk bicara bersama kemudian di putuskan," harap Melki.
Ia kembali tekankan pengembangan geotermal di lokasi setempat. Kalau ini di lanjut kita lanjuti. Kalau tidak, pengembangan energi panas bumi ini kita pindahkan.
“Kalau masyarakat tidak terima, jangan paksakan. Kita tidak mau proyek besar tapi rakyat menderita. Yang penting adalah dialog damai. Ia memperingatkan keras agar jangan lukai hati masyarakat, apa lagi sampai pada perpecahan merusak harmoni sosial yang telah terbangun di Flores,” tandasnya.
Belajar dari Ulumbu: Contoh Positif yang Sudah Berjalan 13 Tahun
Sebagai pembanding, Melki menyebut proyek PLTP Ulumbu di Manggarai yang menurutnya berjalan sangat baik. Proyek ini sudah beroperasi lebih dari 13 tahun tanpa isu lingkungan atau konflik sosial.
“Kalau proyek sudah bagus, bagi hasil jalan, CSR bagus, teknis aman, kenapa harus ditolak? Kita harus fair. Yang masih bermasalah, kita bereskan. Kalau bagus, kita dukung. Kalau bermasalah ya kita tutup,” tandasnya.
Di luar konflik geothermal, kabar baik datang dari Pulau Sumba. Melki mengungkapkan saat ini ada dua grup besar yang akan berinvestasi membangun PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya):
Grup pertama: investasi lebih dari Rp 100 triliun sedangkan Grup kedua: Prancis dengan 8 titik proyek dan nilai investasi USD 600 juta (sekitar Rp 9,6 triliun)
“Potensi surya di Sumba luar biasa. Dan ini membuktikan bahwa NTT sangat siap menyambut investasi energi bersih,” ungkap Melki.
Melki menyebut, Pemerintah Provinsi menargetkan pada tahun 2029, kontribusi energi terbarukan di NTT minimal mencapai 33%.