KUPANG - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN RI, Dr. Wihaji bersama Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena melakukan pertemuan bersama tokoh lintas agama di Ruang Kerja Gubernur NTT pada Selasa, (25/06/2025).
Menurut Wihaji, pertemuan bersama ini dilakukan untuk menggandeng para tokoh lintas agama agar turut berperan membantu memberikan solusi salah satunya berupa edukasi terkait persoalan stunting kepada masyarakat.
“Sebagai pembantu Presiden, saya diminta untuk menjalankan program-program pemerintah. Salah satunya soal stunting. NTT ini adat dan budayanya kental, religiusitasnya tinggi. Tokoh agama lebih didengar suaranya. Kita butuh peran serta para tokoh agama untuk mengedukasi masyarakat,” kata Wahaji.
Upaya mengentaskan persoalan stunting di NTT menurut Wihaji mesti dilakukan secara kolaboratif, melibatkan semua stakeholder serta melalui pendekatan yang kontekstual. Hal ini penting dilakukan mengingat tingkat prevalensi stunting di NTT masih bertengger di angka 37 persen.
“Stunting itu mengakibatkan anak tidak bisa tumbuh secara normal. IQnya di bawah 78. Di NTT sendiri, angkanya masih 37 persen. Berarti kalau ada sepuluh balita, empat orangnya stunting,” jelasnya.
Terkait persoalan stunting ini, Wihaji menjelaskan ada banyak faktor penyebabnya. Selain faktor nutrisi, menurut Wihaji, faktor budaya dan pernikahan dini juga turut memicu lahirnya generasi stunting. Oleh karena itu, dirinya mengingatkan pentingnya edukasi kepada masyarakat.
“Anak tumbuh kembangnya tidak normal, faktor budaya juga punya pengaruh disitu. Ini perlu edukasi ramai-ramai, termasuk dari para tokoh agama,” imbuhnya.
Menyambung Wihaji, Gubernur NTT juga menyoroti kebiasaan masyarakat yang kadang tidak berpihak pada perempuan dan anak.
“Kita ini budaya patriarkinya masih mendominasi. Contoh sederhana dalam urusan makan, laki-laki selalu duluan. Pokoknya urusan rokok, sopi, siri pinang itu ada uang. Tapi giliran kasi makan istri anak, pendidikan, dan kesehatan susah, dan selalu hal tersebut dinomorduakan,” ungkap Melki Laka Lena.
Kepada para tokoh agama yang hadir, Gubernur Melki meminta untuk turut berperan mengingatkan umat masing-masing terkait persoalan ini. Memberikan edukasi kepada umat.
“Di mimbar Gereja dan Masjid serta tempat ibadah lain misalnya, tolong sampaikan kepada umat. Ini persoalan bersama dan kita perlu kerja sama yang serius,” ucapnya.
Menanggapi permintaan Mendukbangga, Ketua MUI NTT, H. Muhammad Wongso menegaskan bahwa MUI dengan jalurnya melalui media Jumadan, akan terus konsisten menyampaikan pesan-pesan moral. Dan menurutnya, persoalan stunting ini tidak menjadi beban Gubernur dan pemerintah saja, tetapi MUI turut mengambil peran.
Hal senada juga disampaikan Ketua FKUB NTT, Prof. Yuiana, dimana pihaknya siap membantu memberikan imbauan kepada para tokoh agama di akar rumput, untuk memberikan atensi terhadap persoalan stunting ini.
RD. Frengky Kopong dari Keuskupan Agung Kupang dalam kesempatan yang sama juga menyampaikan ikhtiar Keuskupan Agung Kupang dalam menyikapi masalah stunting ini.
“Saat ini di Keuskupan Agung Kupang sedang ada Pra Musyawarah Pastoral. Salah satu isu yang sedang digali dalam Pra Muspas ini adalah isu stunting, yang kemudian akan dirumuskan jadi program Keuskupan ke depannya dalam upaya mendukung program pemerintah,” ujarnya.
Hadir dalam pertemuan bersama ini, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) NTT,Prof. Yuliana, Ketua MUI NTT, H. Muhammad Wongso, Ketua Permabudhi NTT, Indra Effendi, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTT, Wayan Darmawan, Perwakilan Keuskupan Agung Kupang, RD. Frengky Kopong, dan Ketua Sinode GMIT, Pdt. Samuel Benyamin Pandie, S.Th, dan Kepala BKKBN NTT, Dr. Faizal Fahmi.