KUPANG - Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena dalam sambutannya mengatakan paripurna ini sebagai simpul penting dari seluruh rangkaian pembahasan keuangan daerah, yang dimulai sejak penyerahan LHP BPK RI pada 23 Mei dan dituntaskan melalui pembahasan bersama Badan Anggaran hingga 20 Juni 2025.
“Pemerintah menyampaikan apresiasi tinggi kepada DPRD atas kerja sama yang membuat seluruh proses berjalan aman, lancar, dan sukses,” ujarnya.
Tak hanya apresiasi, Gubernur Melki juga mengungkapkan kebanggaannya atas predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang berhasil dipertahankan Pemprov NTT selama sepuluh tahun berturut-turut. Capaian itu, menurutnya, merupakan hasil dari kemitraan kritis dan konstruktif antara eksekutif dan legislatif.
Dinamika, Kritik, dan Semangat Kolaborasi
Ia juga menegaskan pada senin (30/62025) bahwa proses pembahasan dua Ranperda tersebut penuh dinamika, namun justru mencerminkan semangat membangun kebijakan yang berdampak nyata bagi masyarakat NTT.
Gubernur Melki juga menyoroti 34 rekomendasi DPRD yang disampaikan melalui Banggar mulai dari aspek pendapatan hingga pembiayaan yang menurutnya akan ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah.
“Ini bukti bahwa kerja bersama bisa menghasilkan kebijakan yang bukan hanya sah secara administratif, tapi juga bermakna secara substantif,” katanya.
Hal itu, Gubernur tak menutup mata terhadap tantangan. Salah satunya adalah persoalan proporsi anggaran pendidikan. Ia menyebut Dinas Pendidikan mendapat alokasi hingga Rp 2,3 triliun, namun anggaran untuk mendukung fungsi legislasi pendidikan justru minim.
“Kalau pendidikan bisa dapat Rp2,3 triliun, tapi untuk DPRD hanya Rp1 miliar, ini nggak masuk logika. Kita perlu pikirkan ulang proporsi anggaran, terutama juga untuk sekolah swasta yang selama ini banyak membantu,” tegasnya.
Ia bahkan melempar gagasan inovatif: mengembangkan pemanfaatan lahan sekolah menjadi unit usaha kecil seperti warung atau properti sederhana yang hasilnya bisa dibagi untuk mendukung kebutuhan pendidikan.
Gerakan Ekonomi Komunitas dan Kurangi Konsumsi Produk Luar
Disisi lain, Gubernur Melki juga memanfaatkan panggung paripurna untuk menyampaikan gagasan-gagasan pembangunan berbasis komunitas. Salah satunya adalah Gerakan Demi Kemang, yang bertujuan mendorong gereja, masjid, sekolah, dan komunitas lokal agar punya produk unggulan masing-masing.
"Bayangkan, kita habiskan Rp 5 triliun tiap tahun hanya untuk konsumsi air mineral dari luar. Kalau dikelola sendiri, bisa putar uang di ekonomi lokal,” ucapnya penuh semangat.
Gubernur juga mengajak agar Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik Pemda tidak sekadar menjadi birokrasi pelaksana, tetapi dikembangkan sebagai pusat kegiatan ekonomi rakyat yang juga bisa bersinergi dengan konstituen para anggota dewan.
“Model baru ini harus kita coba. UPT bisa jadi pusat penggerak ekonomi, dan DPRD bisa masuk dalam pola kemitraan yang saling menguntungkan,” tuturnya.
Menutup pidatonya yang penuh refleksi dan dorongan progresif, Gubernur Melki mengajak seluruh elemen—pemerintah, DPRD, masyarakat, hingga lembaga keagamaan—untuk terus bergandeng tangan membangun NTT.
“Mari kita wujudkan NTT yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera, dan Berkelanjutan. Terima kasih atas perhatian, dukungan, dan kerja samanya. Ayo Bangun NTT !” serunya disambut tepuk tangan hadirin.
Pandangan Fraksi Demokrat
Sementara itu, juru bicara anggota DPRD dari Fraksi Demokrat, Winston Neil Rondo menyebut RPJMD memang telah disusun sesuai regulasi, tetapi secara substansi belum mampu menjawab soal ketimpangan antar wilayah dan lemahnya strategi implementasi.
"Kami mengapresiasi penyusunan RPJMD yang sesuai regulasi, tetapi jangan berhenti sebagai dokumen administratif. Harus berpihak pada rakyat dan berbasis data konkret,” tegas juru bicara Fraksi Demokrat.
RPJMD Dinilai Belum Jawab Ketimpangan
Fraksi Demokrat menyoroti bahwa dokumen RPJMD belum sepenuhnya menjawab ketimpangan pembangunan antarwilayah, terutama untuk daerah tertinggal, pesisir, dan kepulauan. Strategi afirmatif dinilai masih lemah, begitu pula dengan reformasi birokrasi dan transformasi ekonomi hijau yang belum memiliki baseline data dan roadmap yang jelas.
“RPJMD harus menjadi dokumen hidup. Visi NTT Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera, dan Berkelanjutan harus dijabarkan secara terukur lintas sektor,” kata Fraksi Demokrat.
SILPA Rp262 M, Tapi Belanja Daerah Tak Optimal
Dalam laporan pertanggungjawaban APBD 2024, Fraksi Demokrat mencatat SILPA sebesar Rp262,83 miliar dan surplus operasional Rp169,98 miliar sebagai bukti disiplin fiskal. Namun, mereka menyoroti rendahnya realisasi pendapatan yang meleset dari target sebesar Rp162,61 miliar, serta penyerapan belanja yang kurang optimal hingga Rp425,32 miliar.
"Ada ketidaksesuaian antara perencanaan dan realisasi anggaran. Ini perlu evaluasi menyeluruh.”
BUMD Lemah, Hibah dan Bansos Rawan
Fraksi Demokrat juga menilai kinerja BUMD belum optimal menyumbang PAD. Sementara itu, belanja hibah dan bantuan sosial yang meningkat menjelang tahun politik dinilai perlu diawasi ketat untuk mencegah penyimpangan.
"Transparansi penggunaan dana hibah dan bansos harus dijaga, terutama saat memasuki tahun politik,” tegas Fraksi.
Sebagai bagian dari rekomendasi strategis, Fraksi Demokrat mendorong:
- Penyusunan matriks integrasi RPJMD dan rencana sektoral,
- Penguatan perencanaan berbasis logical framework,
- Transformasi birokrasi digital,
- Hilirisasi komoditas lokal seperti jagung, padi sawah, kacang hijau, bawang merah, dan ayam kampung,
- Serta pengembangan ekonomi kreatif dan UMKM.
"Kebijakan ekonomi daerah harus berpihak pada potensi lokal dan menurunkan kesenjangan kesejahteraan," tambahnya.
Masukkan Mitigasi Bencana dalam RPJMD
Fraksi Demokrat juga menyatakan solidaritas terhadap warga terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki dan Ile Lewotolok, serta meminta mitigasi bencana dimasukkan secara operasional dalam RPJMD.
“Pembangunan Harus Menyentuh Rakyat di Pelosok”
Sebagai penutup, Fraksi Demokrat menyatakan persetujuan terhadap kedua Ranperda, dengan syarat seluruh catatan dan rekomendasi ditindaklanjuti secara nyata.
“Pembangunan di NTT tidak boleh hanya bagus dalam angka, tapi harus benar-benar menyentuh kehidupan rakyat di pelosok desa,” tegas Fraksi Demokrat. ***